Oleh ISMAIL ASSO
Sebelum menjadi orang nomor satu Jayawijaya Atenius Murib (Bupati sekarang) saat itu menjabat sebagai Dandim Jayawijaya. Beliau turut terlibat langsung mendamaikan perang suku di Molama. Beliau selalu dan dimana-mana ketiak terjadi konflik berperan aktif dan hadir ditengah-tengah rakyat kedua kubu berkonflik sejak dan selama menjabat sebagai Dandim Jayawijaya.
Elaborasi (kelanjutan) keinginan mulia dari seorang berjiwa besar membangun masyarakatnya (memanusiakan manusia) Lembah Balim Papua Pegunungan. Apalagi Beliau sebagai seorang Putra Daerah yang lahir dan besar di Kota Wamena (Sinata/Megapura). Dengan terpaksa mengorbankan karir bagus di Militer, beliau terpaksa atau dipaksa maju jadi Bupati Jayawijaya. Itulah Atenius Murib, beliau sangat paham sosilogi dan antropologi masyarakat yang kini dipimpinnya. Keinginan besarnya (Visi-Misi) adalah membangun msyarakat daerahnya untuk memanusiakan kembali manusia sejati (Ap Aiwerek).
Maka tidaklah mengherankan ketika beliau terpilih menjadi Bupati, langkah pertama 100 hari kerja yang beliau lakukan bersama Wakil Bupati Roni Elokpere adalah memberantas peredaran Minuman Keras (Miras). Sebagaimana diketahui umum, Miras adalah pintu utama kriminalitas di Kota Wamena. Tidak tanggung-tanggung, penjual miras diberikan sanksi keras, jika ketahuan menjual miras, penjual langsung diusir pulang ke daerah asal agar ada efek jera bagi penjual senasib.
Langkah kedua yang sedang digagas dan mau dilakukan Bupati Jayawijaya scubnya lebih luas yakni Proponsi Papua Pegunungan, mengingat Kota Wemena sebagai Ibukota Propinsi semua masyarakat ke delapan (8) Warga Kabupaten datang bermukim di Kota Wemena termasuk warga Papua Propinsi lain dan dari luar Papua bermukim bersama sebagai ciri masyarakat Kota kosmopolit.
Dampak dari berbagai interaksi masyarakat, berbagai suku, asal usul dari 8 Kabupaten dan seluruh Papua dan Non Papua tentu melahirkan interaksi sosial lain dan baru yang itu tak selalu membawa dampak positif melainkan disharmoni apalagi dampak penjualan miras secara bebas yang ditengarai dibekingi pihak tertentu semakin menambah suasana Kota penuh kriminalitas wajah kekerasan dimana-mana terjadi konflik sesama.
Pertobatan
Istilah pertobatan lebih tepat dengan gagasan Bapak Bupati Jayawijaya karena bermakna lebih religius dari kata rekonsiliasi. Istilah kedua dari istilah ekonomi dan secara perkamusan lebih pada aspek politis ketika pertikaian kedua pihak berbeda paham (ideologi) atau mungkin beda pilihan sehingga terjadi pertikaian antar pendukung atau timses membawa banyak korban. Atas kesdaran kedua pihak beda pilihan timses bersepakat untuk lakukan perdamian atau rekonsiliasi.
Penulisan ini mengunakan istilah PERTOBATAN daripada kata rekonsiliasi karena setelah penulis menyimak keterangan langsung dari Bupati Jayawijaya benar gagasan beliau lebih pada membangun kesadaran mememukan jati diri manusia sebagai manusia bukan seperti binatang.
Perbedaan binatang dengan manusia adalah akal dan insting. Binatang seperti Babi, Anjing dan Ular dan binatang sejenisnya hanya punya insting, tak berakal. Berbeda dengan manusia. Kita manusia punya akal sekaligus punya insting yang membedakan manusia dari hewan lainnya.
Anjing dan babi misalnya ketika ada makanan langsung habiskan makan sekarang tanpa pikir makan untuk nanti malam atau sisakan buat anaknya untuk makan pagi besok. Demikian anjing sesamanya saling menggigit memperebutkan tulang babi, tanpa mau mengalah atau persilahkan satu sama lain.
Hal demikian berbeda dengan hewan berakal bernama manusia. Kita manusia harusnya kita gunakan akal mana yang baik dan mana yang tidak baik. Ditambah pagi dengan miras pikiran 'miring', tak ubahnya hewan tak punya akal.
Hal inilah yang menjadi agenda mulia dan harapan besar Bupati Jayawijaya untuk mengembalikan kodrat manusia Wamena, jadi diri manusia Papua Pegunungan umumnya dan khusus Kabupaten Jayawijaya sebagai manusia sejati "Ap Aiwerek" dengan "Pertobatan".
Bahwa kita manusia bukan seperti babi dan anjing. Bupati Jayawijaya luar biasa dan niatnya sangat mulia. Bupati Jayawijaya mau menyelamatkan sisa-sisa nyawa manusia yang telah rusak dirasuki miras, sesamanya saling bertikai bahkan saling meniadakan.
Pertobatan adalah menyadari diri, merenung, berfikir, meresapi diri dengan pertanyaan pada diri, saya dari mana dan mau kemana? Apa tujuan hidup? Saya mau apa? Untuk apa saya hidup? Hidup saya untuk apa mau apa? Apa yang dicari dan yang dicari itu sesuatu yang penting dan bernilai? Apa nilai itu sendiri mendasi manusia untuk melakukan sesuatu dan mau diperjuangakan untuk hidup bermakna mau diperoleh, disitu terkandung makna sejati manusia sebagai manusia, orang Wamena, orang Papua Pegunungan, manusia dunia, sama seperti manusia lain dari dan bertempat tinggal daerah lain pulau lain benua lain semua manusia sama makhluk berakal yang itu membedakan dari hewan lain yang hanya punya insting.
Makna terdalam gagasan pertobatan Bupati Jayawijaya adalah mau menyadarkan manusia Papua Pegunungan dimulai dari Lembah Balim sesuai mitologi, manusia dipercayai darimana berasal dan muncul. Mitologi Lembah Baliem Selatan percaya bahwa semua manusia keluar dari Goa, sekitar wasapot.
Perhatikan kata ini dari dua kata Wesa (tabu, sakral, keramat), dan Apot (punggung, belakang). Tempat yang keramat dirahasikan dipercaya manusia muncul keluar dari Goa sekitar Wilyah Wesapot. Dari tempat ini pada masa lalu melahirkan bigman (Orang Besar), Olokoma (Ukumearek), dan kini keturunanya menjaga dan merawat tempat paling sacral bagi agama lokal (animisme atau dimamisme), darimana Manusia Pertama Muncul, dipercaya seluruh manusia berasal muncul keluar dari Goa sekitar Wesapot dan tersebar ke seluruh Papua. (Masing-masing klen menyebut Goa dari sekitar daerahnya).
Pertobatan mau dimaknai mencari jadi diri manusia Papua berasal dari satu tempat, satu lobang, Goa, mereka semua keluar dari satu lobang Goa (rahim), tersebar beranak-pinak, yang itu berarti manusia Papua Pegunungan punya konsep (religi/kepercayaan), dasar berasal dari satu dan sama satu sumber Goa Wesaput atau Wesapot, lalu tersebar beranak pinak, Orang Wamena satu keluarga mengapa kita harus saling bunuh-membunuh antar sesama padahal berasal usul satu lobang Goa, satu keluarga, satu keturunan muncul dari satu lobang Wesapot?
Maka dengan proses kontemplasi (penuh kesadaran) manusia Papua Pegunungan akan menemukan makna diri siapa saya dan bagaimana harusnya saya terhadap diri dan keluarga antar sesama dan berdamai dengan diri sendiri dulu baru berdamai dengan sesama manusia. Mungkin begitu maksud baik dan tujuan mulia Pertobatan Bapak Bupati Athenius Murib dan Wakil Bupati Bapak Roni Elokpere.
Ismail Asso, adalah Ustadz Jalanan, Kini Anggota MRP PP jarang hadir masuk kantor